Sabtu, 17 Desember 2011

Makalah Psikologi Manifestasi perilaku belajar

BAB I
PENDAHULUAN

Dahulu kala ketika manusia belum mengerti tentang keterkaitan hal-hal yang terjadi di muka bumi, mereka selalu beranggapan bahwa semua kejadian-kejadian yang terjadi di muka bumi  dikaitkan dengan perbuatan Tuhan, sementara didalam kitab suci jelas sekali  dijelaskan tentang sebab-akibat. Namun  orang-orang terdahulu yang mengerti, yang benar-benar menerapkan manifestasi belajar, mereka yakin suatu akibat itu terjadi atas kehendak Tuhan namun itupun karena adanya suatu penyebab. Berikut adalah contoh orang-orang terdahulu yang menerapkan manifestasi belajar :
Thomas Alfa Edison, setelah seribu kali gagal barulah ia berhasil menemukan bola pijar, kemudian berkembang dan terus berkembang sampai sekarang sehingga kita kenal bohlamp, lampu suar, lampu lilin, lampu hemat energi (energy saver).[1]
James Watt,  setelah ia berkelana jauh untuk menuntut ilmu (tentang instrumen dan peralatan) dan menyelesaikan studinya, Kemudian  beliau melakukan percobaan dengan uap, dan akhirnya ia dapat menciptakan mesin uap dengan dibantu oleh tiga orang profesor.
Itulah yang kita sebut dengan manifestasi belajar, ada usaha belajar dan ada pula perwujudannya. Pembahasan-pembahasan manifestasi selanjutnya akan kita bahas lebih dalam tentang makna manifestasi atau perwujudan, definisi belajar, definisi perwujudan perilaku belajar, dan macam-macam perwujudan perilaku belajar.
Pembahasan manifestasi belajar dibawah ini akan  menyadarkan kita bahwa apa yang semua hal yang  telah  kita pelajari (baik belajar yang positif maupun negataif) ternyata menghadirkan atau menciptakan suatu hasil. Yakni hasil yang baik atau buruk.




BAB II
PEMBAHASAN

A.      MANIFESTASI PERILAKU BELAJAR
Manifestasi atau perwujudan atau menurut istilah sebagai sebuah hasil dari apa yang dilakukan, yang berupa positif maupun negatif.
Manifestasi adalah : 1. perwujudan sebagai suatu pernyataan perasaan atau pendapat: Tindakannya itu sebagai suatu manifestasi kemarahan hatinya. 2. Perwujudan atau bentuk dari sesuatu yang tidak kelihatan: Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan manifestasi cita-cita bangsa. Akan tetapi manifestasi belajar berarti sebuah pernyataan atau perwujudan yang diperoleh sebagai reaksi dari sebuah proses belajar karena proses belajar (yang benar ataupun yang tidak benar) tetap akan membuahkan sebuah hasil. Hasil inilah yang disebut sebagai manifestasi belajar. Lebih lanjut perlu dibahas pengertian belajar menurut para ahli.[2]
Belajar merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi dan berperan penting dalam pembentukan pribadian dan perilaku individu.
Nana Syaodih Sukmadinata (2005) menyebutkan bahwa : sebagian terbesar perkembangan individu berlangsung melalui kegiatan belajar”. Witherington (1952) : “belajar merupakan perubahan dalam kepribadian yang dimanifestasikan sebagai pola-pola respons yang baru berbentuk keterampilan, sikap, kebiasaan, pengetahuan dan kecakapan”.[3]

             Manifestasi Perilaku Belajar merupakan suatu  perwujudan, sebuah hasil dari sebuah pembelajaran. Perwujudan dan perilaku belajar akan tampak bagi seorang siswa yang telah mengalami proses pembelajaran. Berikut adalah macam-macam perwujudan perilaku belajar yang tampak diantaranya :
a.         Kebiasaan
b.        Ketrampilan
c.         Pengamatan
d.        Berpikir asosiatif dan daya ingat
e.         Berpikir rasional dan kritis
f.         Sikap
g.        Inhibisi
h.        Apresiasi
i.          Tingkah laku afektif

1.    Kebiasaan
Seorang siswa yang telah mengalami proses belajar kebiasaan-kebiasaannya akan nampak berubah. Ia akan cenderung meninggalkan kebiasaan-kebiasaan lamanya dengan menggantikan kebiasaan-kebiasaan yang baru. Dan itulah hasil dari proses belajarnya.
Menurut Burghardt (1973) : “kebiasaan itu timbul karena proses penyusutan kecenderungan respons dengan menggunakan stimulasi yang berulang-ulang”.[4]  
          Kebiasaan ini terjadi karena prosedur pembiasaan.contoh : seorang siswa yang belajar bahasa secara berulang-ulang, ia akan cenderung menghindari penggunaan bahasa yang salah, akhirnya ia akan terbiasa menggunakan bahasa yang baik dan benar.
Misalnya seseorang yang belajar mengetik, proses selama belajar mengetik akan membentuk suatu kebiasaan tersendiri dalam hal mengetik pada pribadi yang melakukan pembelajaran itu. Ia akan mengetik dengan menggunakan sepuluh jari. Mengetik dengan sepuluh jari merupakan suatu kebiasaan yang diperoleh setelah proses belajar. Kebiasaan diperoleh semenjak seseorang masih bayi. Untuk itu orang tua dan guru bertugas untuk menanamkan kebiasaan yang baik pada anak dan anak didiknya. Pepatah melayu mengatakan “ala bisa karena biasa”, betapa penting pembiasaan terhadap pribadi anak dan anak didik karena kebiasaan akan melahirkan kebisaan (kemampuan). Kalau anak diajarkan berdo’a dan dididik berdo’a setiap kali akan makan maka ia akan terbiasa berdo’a sebelum makan tanpa disuruh atau diperingatkan. Sebagai pendidik hanya perlu melakukan penambahan dan pengayaan do’a-do’a yang leinnya sehingga The and of rich-nya adalah dia akan menjadi juru do’a yang handal bila mana dan di mana pun dia berada. Dia akan terampil dalam berdo’a dan membaca do’a.[5]


2.    Ketrampilan
Ketrampilan merupakan suatu kegiatan yang berhubungan dengan urat-urat syaraf dan otot, seperti mengetik, mengemudi, menjahit, dan lain-lain. Ketrampilan termasuk bersifat motorik, meskipun bersifat motorik ketrampilan memerlukan koordinasi gerak yang teliti dan kesadaran yang tinggi.        
Keterampilan adalah kegiatan yang berhubungan dengan urat-urat syaraf dan otot-otot (neuromuscular) yang lazimnya tampak dalam kegiatan jasmaniah seperti menulis, mengetik, olah raga, dan sebagainya. Meskipun sifatnya moyotik, namun keterampilan itu memerlukan koordinasi gerak yang yeliti dan kesadaran tinggi. Dengan demikian, siswa yang mengeluarkan gerakan motorik degan koordinasi dan kesadaranyang rendah dapat dianggap kurang atau tidak terampil.[6]

Jadi, seorang anak yang melakukan gerakan dengan tanpa diiringi koordinasi gerak yang teliti dan kesadaran yang tinggi berarti anak tersebut belum disebut terampil atau tidak terampil.
Menurut Reber (1988) : “ketrampilan adalah kemampuan melakukan pola-pola tingkah laku yang kompleks dan tersusun rapih secara mulusdan sesuai dengan keadaan untuk mencapai hasil tertentu”.[7]
Terampil atau tidaknya seseorang dapat kita ketahui dari ciri-ciri sebagai berikut :
Ø  Ketelitian yang ditandaidengan jumlah kesalahan minimum.
Ø  Koordinasi sistem respons yang harmonis dan teliti.
Ø  Kecepatan, yang ditandai dengan lamanya waktu yang di perlukan dalam menyelesaikan suatu kegiatan dengan jumlah kesalahan minimum atau tidak asal-asalan. Sebagai contoh adalah seseorang yang memiliki keterampilan bermain guitar. Kita dapat melihat ketelitian dan kepiawaiannya dalam memetik dawai-dawai guitar dan memindahkan jemari tangannya dari satu kunci ke kunci yang lain sebagai bentuk dari sistem koordinasi harmonis.[8]

3.    Pengamatan
Pengamatan merupakan suatu bentuk belajar yang dilakukan oleh manusia. Pengamatan merupakan sebuah proses penangkapan dan penafsiran pesan yang ada pada stimuli melalui alat indera. Pengamatan adalah salah satu hal yang penting dalam proses belajar, karena dari pengamatan akan memunculkan sebuah definisi.
Pengamatan; yakni proses menerima, menafsirkan, dan memberi arti rangsangan yang masuk melalui indera-indera secara obyektif sehingga peserta didik mampu mencapai pengertian yang benar.[9]

Jadi, jika sebuah pengamatan yang dilakukan salah, maka definisi yang di munculkan pun salah.
Contoh :
Seorang anak yang baru pertama kali mendengarkan radio, akan mengira bahwa penyiar benar-benar berada dalam kotak bersuara itu, namun melalui proses belajar lambat-laun akan diketahuinya juga, bahwa yang ada dalam radio tersebut hanya suaranya, sedangkan penyiarnya berada jauh di pemancar.[10]

Proses pengamatan dimulai dari diskriminasi dan generalisasi. Proses pengamatan yang dimulai dari diskriminasi, yaitu : proses pengamatan dengan cara dimulai dari membedakan benda yang diamatinya dengan benda yang lain, dari proses pembedaan tersebut akan memunculkan sebuah kesimpulan bahwa benda yang di amati jelas berbeda dengan benda yang lainnya. Dan proses pengamatan yang dimulai dari generalisasi, yaitu : proses pengamatan dengan cara mencari persamaan dari benda yang diamati dengan benda yang ada.

4.    Berpikir Asosiatif dan Daya Ingat
Asosiatif ialah sebuah kemampuan untuk menghubungkan data-data yang diperoleh. Contoh : dari kemampuan mengasosiasikan seperti menghubungkan antara tanggal 17 Agustus dengan hari kemerdekaan Republik Indonesia, contoh lagi : seorang anak yang telah mengetahui arti pentingnya tanggal 12 rabbiul Awal, ia akan mengasosiasikan tanggal bersejarah itu dengan hari kelahiran atau ulang tahun (maulid) Nabi Muhammad SAW, dan itu pun hanya bisa didapat apabila anak tersebut telah mempelajari riwayat hidup beliau.
Daya ingat pun merupakan perwujudan belajar, sebab daya ingat merupakan unsur pokok dalam berpikir asosiatif.[11]
       Jadi, siswa yang telah mengalami proses belajar akan ditandai dengan bertambahnya simpanan materi (pengetahuan dan pengertian) dalam memori, dan meningkatnya kemampuan menghubungkan materi tersebut dengan situasi yang sedang dihadapi.
            Menurut Sarlito W. Sarwono : “berpikir asosiatif yaitu proses berpikir di mana suatu ide merangsang timbulnya ide-ide lain. Jalan pikiran dalam proses berpikir asosiatif tidak ditentukan atau diarahkan sebelumnya. Jadi ide-ide itu timbul atau terasosiasi (terkaitkan) dengan ide sebelumnya secara spontan”. Jenis berpikir ini disebut juga jenis berpikir divergen (menyebar) atau kreatif, umumnya pada para pencipta, penemu, penggagas dan sebagainya dalam bidang ilmu, seni, pemasaran, dan sebagainya. Jenis-jenis berpikir asosiatif adalah:
§  Asosiasdi Bebas: satu ide akan menimbulkan ide mengenai hal lain, yaitu hal apa saja tanpa ada batasnya. Misalnya, ide tentang makanan dapat merangsang timbulnya beberapa ide, misalnya tentang restoran, dapur, nasi, anak yatim yang belum sempat diberi makan, atau apa saja.
§  Asosiasi Terkontrol: Satu ide tertentu akan menimbulkan ide mengenai hal lain dalam batas-batas tertentu. Misalnya, ide tentang “membeli mobil”, akan merangsang ide-ide lain, misalnya tentang harganya, pajaknya, pemeliharaannya, mereknya, atau modelnya. Tetapi, tidak merangsang ide tentang hal-hal lain di luar itu, seperti peraturan lalu lintas, polisi lalu lintas, mertua yang sering meminjam barang-barang piutang yang belum ditagih, dan sebagainya.
§  Melamun: Mengkhayal bebas, sebebasnya tanpa batas, juga mengenai hal-hal yang tidak realistis. Misalnya, berkhayal jadi orang kaya, jadi Superman, atau jadi Putri Salju. Anak kecil sering kali belum dapat membedakan antara khayalan dan realita sehinggga kalau dia menceritakan, misalnya tentang sahabat yang ada dalam khayalannya kepada ibunya, ibu-ibu yang tidak paham akan jiwa anak, sering kali memarahi anaknya dan menganggapnya sebagai pembohong. Di sisi lain, banyak temua-temuan penting dalam ilmu pengetahuan yang dimuali dari lamunan. Newton misalnya, menemukan teori tentang daya tarik bumi setelah ia melamun tentang mengapa buah apel bisa jatuh sehingga bisa menimpa kepalanya.
§  Mimpi: Ide-ide tentang berbagai hal yang timbul secara tidak disadari pada waktu tidur. Mmimpi ini kadang-kadang terlupakan paada waktu bangun, tetapi kadang-kadang masih dapat diingat. Mimpi bisa merupakan kilas balik peristitwa-peristiwa masa lalu, namaun bisa juga berupa harapan-harapan yang tak terpenuhi, atau bahkan tak bermakna sama sekali. Sigmun Freud pakar psikoanalisis, menyatakan bahwa “mimpi sangat penting karena berisi dorongan-dorongan dari alam bawah sadar yang tidak dimunculkan dalam kesadaran karena dilarang oleh Super-ego”. Freud suka menggali isi mimpi pasien-pasiennya untuk dianalisis dengan menggunakan teknik “analisis mimpi”.
§  Berpikir Artistik merupakan proses berpikir yang sangat subjektif. Jalan pikiran sangat diperngaruhi oleh pendapat dan pandangan diri pribadi tanpa menghiraukan keadaan sekita. Hal ini sering dilakukan oleh para seniman dalam mencipta karya-karya seninya.
Berpikir asosiatif hanya mungkin terjadi apabila seseorang telah belajar tentang data yang ia dapatkan, misalnya seseorang hanya akan mengasosiasikan 17 Agustus dengan Hari Kemerdekaan RI, Bandung dengan KAA, Hendri Dunant dengan Palang Merah Dunia, atau Kremlin dengan Rusia. Selain itu kemampuan berfikir asosiatif juga dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya materi yang dipelajari, sifat dan bentuk proses belajar, daya ingatan dan lain-lain.[12]

5.    Berpikir Rasional dan Kritis
Berpikir rasional dan kritis merupakan perwujudan perilaku belajar terutama yang bertaliandengan memecahkan masalah.

Pada umumnya siswa yang berpikir rasional dan menggunakan prinsip-prinsipdan dasar-dasar pengertiandalam menjawab pertanyaan “bagaimana” (how) dan “mengapa” (why).
Dalam berpikir rasional, siswa dituntut menggunakan logika (akal sehat) untuk menentukan sebab-akibat, menganalisis, menarik kesimpulan-kesimpulan, dan bahkan juga menciptakan hukum-hukum (kaidah teoretis) dan ramalan-ramalan. Dalam hal berpikir kritis siswa dituntut menggunakan strategi kognitif tertentu yang tepat untuk menguji keadaan gagasan pemecahan masalah mengatasi kesalahan atau kekurangan (Reber, 1988).[13]
Berfikir rasional merupakan suatu poses berfikir dengan tingkat abstraksi yang tinggi. Berfikir rasional sering dikaitkan dengan pertanyaan how dan why (bagaimana dan mengapa). Dalam berfikir rasional seseorang dituntut untuk dapat melihat hubungan sebab-akibat (teory kausal), menganalisa masalah, menarik generalisasi, menarik hukum-hukum dan membuat ramalan (prediksi). Proses atau jalannya berpikir itu pada pokoknya ada tiga langkah, yaitu:
Pembentukan pengertian; merupakan pengertian logis yang dibentuk melalui tiga tingkat yaitu: (1) Menganalisa ciri-ciri dari sejumlah objek yang sejenis. Objek tersebut kita perhatikan unsusr-unsurnya satu demi satu. (2) Membanding-bandingkan ciri-ciri tersebut untuk diketemukan ciri-ciri mana yang sama, mana yang tidak sama, mana yaang selalu ada dan mana yang tidak selalu ada, mana yang hakiki dan mana yang tidak hakiki. (3) Mengabstraksikan, yang menyisihkan, membuang, ciri-ciriny tidak hakiki, menangkap ciri-ciri yang hakiki; misalnya manusia adalah makhluk yang berbudi.
Pembentukan pendapat, yaitu meletakkan hubungan antara dua buah pengertian atau lebih. Pendapat yang dinyatakan dalam bahasa disebut kalimat, yang terdeiri dari pokok kalimat atau subjek dan sebutan atau prediket. Subjek adalah pengertian yang diterangkan, sedangkan prediket adalah pengertian yang menerangkan; misalnya rumah itu baru.
Pendapat ada tiga jenis; (1) Afirmatif; yaitu pendapat yang mengayakan, yang secara tegas menyatakan keadaan sesuatu. (2) Negatif; yaitu pendapat yang menidakkan, yang secara tegas menerangkan tentang tidak adanya sesuatu sifat pada suatu hal. (3) Modalitas atau kebarangkalian; yaitu pendapat yang menerangkan kebarangkalian, kemungkinan-kemungkinan sesuatu sifat pada sesuatu hal.
Penarikan kesimpulan atau pembentukan keputusan; adalah hasil perbuatan akal untuk membentuk pendapat baru berdasarkan pendapat-pendapat yang telah ada. Ada tiga macam keputusan; (1) Induktif; yaitu keputusan yang diambil dari pendapat-pendapat khusus menuju ke satu pendapat umum. (2) Deduktif; yaitu keputusan yang ditarik dari hal umum ke hal yang khusus. (3) Analogis; yaitu keputusan yang diperoleh dengan jalan membandingkan atau menyesuaikan dengan pendapat-pendapat khusus yang telah ada.[14]
Oleh karena itu, berfikir rasional akan sangat berguna dalam memecahkan suatu masalah (problem solving) karena berfikir rasional selalu mengedepankan objektifitas dari pada subjektifitas. Sebab, subjektifitas selalu dipengaruhi oleh emosi dan ego yang berdampak melihat sesuatu dari sudut pandang pribadi. Dalam berfikir rasional hal ini harus dihindari supaya melahirkan suatu sikap objektif.
Contohnya : seorang siswa yang sedang mendapati masalah dengan kelangsungan mengikuti UAS, karena kartu UASnya tidak dapat diambil atau ditahan. Ia akan berpikir dan mencari tahu (penyebab) mengapa kartu UASnya ditahan. Lalu ia menganalisis, dan hasil analisisnya kartunya ditahan karena ia belum melunasi pembayaran dan kesimpulan yang di tarik ia harus segera melunasi pembayaran atau mendatangi staf bagian keadministrasian untuk membuat perjanjian pembayaran, agar mendapat keringanan sehingga kartu UAS milik siswa tersebut dapat diambil.

6.    Sikap
Pada dasarnya sikap adalah kecenderungan mental.
Menurut Bruno (1987) : “sikap (attitude) adalah kecenderungan yang relatif menetap untuk bereaksi dengan cara baik atau buruk terhadap orang atau barang tertentu”.[15]
     Sikap yang dimaksud adalah sikap ketika siswa mengahadapi objek. Misalnya sikap ketika siswa sedang menghadapi suatu masalah. Kegiatan belajar akan mempengaruhi sikap seseorang dalam menghadapisuatu objek. Contoh : seorang anak yang baru mengenal abjad disuguhkan kepadanya sebuah buku cerita bergambar, ia akan lebih konsentrasi pada memahami gambar ketimbang membacanya.
Dengan demikian pada prinsipnya, sikap itu dapat kita anggap sebagai kecenderungan siswa untuk bertindak dengan cara tertentu. Jadi, perwujudan perilaku siswa akan ditandai dengan munculnya kecenderungan-kecenderungan baru yang telah berubah (lebih maju) terhadap suatu objek, tata nilai, peristiwa dan sebagainya[16].

Sikap peserta didik tidak hanya ditentukan oleh proses belajar yang ia alami di sekolah saja, namun peran aktif orangtua (terutama ibu) juga sangat dominan.
Menurut Greenspan : “Setiap anak akan senantiasa membawa sifat (kromosom) yang akan senantiasa menjadi blue print pertumbuhan dan perkembangannya, namun juga bahwa tumbuh kembang itu di pengaruhi oleh faktor lingkungannya, yaitu pengasuh dan pendidiknya”.[17]
Dengan demikian berarti sikap seorang anak terbentuk tidak hanya karena hasil dari proses pembelajaran namun sikap terbentuk pula karena gen dari orangtua sendiri, para pendidik dan keadaan lingkungan disekitarnya.

7.    Inhibisi
Inhibisi merupakan perwujudan perilaku belajar yang terdapat dalam diri seseorang yang berperan sebagai pengontrol tindakan-tindakan yang tidak diperlukan, kemudian menyeleksi atau melakukan tindakan lain yang lebih baik ketika berinteraksi dengan lungkungannya. Inhibisi juga di sebut sebagai pemfilter tindakan-tindakan. Contohnya seorang siswa yang telah paham betullmengenai bahaya narkoba, ia akan cenderung menghindari dan menjauhkan diri dari narkoba, dan tidak akan mau mengkonsumsi narkoba apalagi mencoba dan membelinya.
Secara ringkas, Menurut Reber : “inhibisi adalah upaya pengurangan atau pencegahan timbulnya suatu responstertentu karena adanya proses respons lain yang sedang berlangsung”. Dalam hal belajar yang dimaksud dengan inhibisi ialah kesanggupan siswa untuk mengurangi atau menghentikan tindakan yang tidak perlu, lalu memilih atau melakukan tindakan yang lainnya yang lebih baik ketika ia berinteraksi dengan lingkungannya.
Kemampuan siswa dalam melakukan inhibisi pada umumnya diperoleh lewat proses belajar. Oleh sebab itu, makna dan perwujudan perilaku belajar seorang siswa akan tampak pula dalam kemampuannya melakukan inhibisi ini. Contoh seorang siswa yang telah sukses mempelajari bahaya alkohol akan menghindari membeli minuman keras. Sebagai gantinya ia membeli minuman sehat.[18]
Inhibisi adalah membuang sikap yang tidak berguna ketika seseorang sedangmelakukan interaksi dengan lingkungannya, simpelnya adalah mengendalikan emosi dari tindakan-tindakan yang tidak perlu. Hal ini dilakukan agar seseorang melakukan tindakan seefektif mungkin.
Contohnya adalah ketika seseorang sedang belajar di dalam kelas, ia bisa memilih mana yang harus dicatat dan mana yang tidak harus. Sikap inhibisi mendorongnya untuk tidak menulis hal yang dianggap tidak perlu. Inhibisi akan membawa seseorang pada tindakan efektif dan efesien. Dalam proses belajar berlangsung seorang pendidik hendaklah menanamkan inhibisi ini kepada anak didiknya karena anak didik hari ini adalah generasi masa depan di mana ia yang berperan aktif dalam menjalani kehidupan futuris.[19]




8.    Apresiasi
Apresiasi merupakan suatu penghargaan terhadap benda yang konkrit maupun yang abstrak. Apresiasi akan diterapkan oleh seseorang pada sesuatu , jika orang tersebut mengetahui akan nilai-nilai yang terkandung didalam sesuatu tersebut.
Menurut Chaplin (1982) : “Pada dasarnya, apresiasi  berarti suatu pertimbangan (judgment) mengenai arti penting atau nilai sesuatu”. Dalam penerapanya, apresiasi sering diartikan sebagai penghargaan atau penilaian terhadap benda-benda baik abstrak maupun konkrit yang memiliki nilai luhur. Apresiasi adalah gejala ranah afektif yang pada umumnya di tunjukkan pada karya-karya seni budaya seprti : seni sastra, seni musik, seni lukis, drama, dan sebagainya.
Tingkat apresiasi seorang siswa terhadap nilai sebuah karya sangat bergantung pada tingkat pengalaman belajarnya. Sebagai contoh, jika seorang siswa telah mengalami proses belajar agama secara mendalam maka tingkat apresiasinya terhadap nilai seni baca Al-Qur’an dan kaligrafi akan mendalam pula. Dengan demikian pada dasarnya seorang siswa baru akan memiliki apresiasi yang memadai terhadap objek tertentu (misalnya kaligrafi) apabila ia sebelumnya telah mempelajari materi yang berkaitan dengan objek yang dianggap mengandung nilai penting dan indah tersebut.[20]
Aprisiasi adalah suatu sikap menghargai terhadap sesuatu yang bernilai luhur seperti nilai agama, tatakrama, ilmu pengetahuan dan sebagainya. Apresiasi seseorang dapat ditentukan dari proses belajar seseorang tersebut, misalnya seseorang yang belajar maksimal untuk melukis akan mengapresiasi nilai suatu lukisan dengan sangat tinggi. Apalagi kalau lukisan tersebut adalah sebuah  mahakarya seorang maestro seperti Afandi, atau lukisan itu adalah lukisan klasik yang mempunyai nilai historis dan legendaris. Betapa kita lihat Islam sangat mengapresiasikan “ahlul ‘ilmi” dengan kedudukan yang hanya satu level dibawah kedudukan seorang Nabi. Ulama adalah pewaris para Nabi.[21]

Jadi, Apresiasi dapat dimiliki siapa saja yang menginginkanya, asal kita paham apa itu apresiasi dan bisa memberikan apresiasi terhadap orang atau benda disekitar kita.

9.    Tingkah Laku Afektif
Tingkah laku yang artinya sikap (ranah afektif), afektif yang berarti perasaan (yang berhubungan dengan perasaan). Sederhananya, tingkah laku merupakan perwujudan perilaku belajar yang meliputi perasaan : sedih, senang, bahagia, kecewa, dan lain-lain.
Tingkah laku afektif adalah tingkah laku yang menyangkut keanekaragaman perasaan seperti : takut, marah, sedih, gembira, kecewa, senang, benci, was-was, dan sebagainya. Tingkah laku seperti ini tidak terlepas dari pengaruh pengalaman belajar. Oleh karenanya, ia juga dapat dianggap sebagai perwujudan perwujudan perilaku belajar.
Seorang siswa misalnya dapat dianggap sukses secara efektif dalam belajar agama apabila ia telah menyenangi dan menyadari dengan ikhlas kebenaran ajaran agama yang ia pelajari, lalu menjadikannya sebagi sistem nilai diri. Kemudian, pada gilirannya ia menjadikan sistem nilai ini sebagai penuntun hidup, baik dikala suka maupun duka (Drajat, 1985).[22]
Dalam Taksonomy Bloom ada tiga ranah dalam pendidikan yaitu ranah kognitif, ranah psikomotorik, dan ranah afektif. Ranah afektif atau sikap akan dibentuk selalu oleh proses pembelajaran. Bahkan jika ditela’ah ulang sesungguhnya tujuan pendidikan itu sendiri adalah untuk mendewasakan seseorang. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa seorang harus benar-benar memperhatikan perubahan sikap anak didik. Syamsul Nizar melihat akibat dari pendidikan yang dilaksanakan secara parsial di Indonesia hanya mampu menciptakan output yang terpecah. Dia mengelompokkan tiga kelompok besar prototipe output pendidikan parsial :
§  Pertama, memiliki kemampuan intelektual yang mampu menguasai teknologi mutakhir, akan tetapi kurang mampu menghayati nilai-nilai luhur agama. Melahirkan intelek yang haqsil olah keterampilannya kurang memperhatikan nilai-nilai moralitas, bahkan terkesan untuk memperkaya pribadi atau golongan.

§  Kedua, memiliki kemampuan intelektual yang mampu menguasai dan menghayati nilai-nilai luhur ajaran agama, akan tetapi tidak mampu menguasai teknologi dan dinamika politik yang ada di dalamnya. Melahirkan “ulama” yang menjadi sasaran strategis bagi kepentingan politik untuk “menjustifikasi” berbagai kebijakan pemerintah.

§  Ketiga, memiliki kemampuan intelektual yang mampu menguasai ajaran agama, akan tetapi tidak mampu menghayati nilai-nilai luhur sebagai substansi ajaran Islam. Melahirkan “ulama” secara keilmuan, tetapi “menggadaikan” agama dalam praktek keseharian.
Dalam Konsep Kependidikan KH. M. Hasyim Asy’ari, Suwendi melihat bahwa secara esensial dapat disimpulkan bahwa peserta didik harus mampu mengaplikasikan pengetahuan dengan kesatuan aksi yang menjunjung tingggi nilai-nilai akhlak yang luhur secara integratif.[23]

B.       JENIS-JENIS BELAJAR

Keanekaragaman belajar muncul dalam dunia pendidikan sejalan dengan kebutuhan manusia yang juga bermacam-macam. Berikut ini merupakan jenis-jenis belajar :
a)      Belajar Abstrak
b)      Belajar Ketrampilan
c)      Belajar Sosial
d)     Belajar Pemecahan Masalah
e)      Belajar Rasional
f)       Belajar Kebiasaan
g)      Belajar Apresiasi
h)      Belajar Pengetahuan
Berikut akan ditampilkan pengertian-pengertian belajar.

a)   Belajar Abstrak
Belajar abstrak ialah belajar dengan berfikir abstrak untuk mempelajari sesuatu yang tidak konkrit.
Belajar abstrak ialah belajar yang menggunakan cara-cara berpikir abstrak. Tujuannya adalah memperoleh pemahaman dan pemecahan masalah-masalah yang tidak nyata. Dalam pempelajari hal-hal yang abstrak di perlukan peranan akal yang kuat yang kuat disamping penguasaan atas prinsip, konsep, dan generalisasi. Termasuk dalam jenis ini misalnya belajar matematika, kimia, kosmografi, astronomi, dan juga sebagian materi bidang studi agama seperti tauhid.[24]

Misalnya, seorang anak yang baru mengenal Tuhan, ia kemungkinan beranggapan bahwa tuhan itu berwujud, laki-laki dan sebagainya. Namun lambat-laun setelah beranjak dewasa dan belajar ilmu tauhid, akhirnya ia mengerti apa itu tuhan dan bagaimana sifat-Nya karena ia mengamalkan cara berfikir abstrak.

b)   Belajar Ketrampilan
Belajar keterampilan adalah belajar dengan menggunakan gerakan-gerakan motorik yakni yang berhubungan dengan urat-urat syaraf dan otot (neuromuscular). Tujuannya adalah memperoleh dan menguasai keterampilan jasmaniah tertentu. Dalam belajar jenis ini, latihan-latihan intensif dan teratur amat diperlukan. Termasuk belajar dalam jenis ini, misalnya belajar olahraga, musik, melukis, menari, memperbaiki benda-benda elektronik, dan juga sebagian materi pelajaran agama, seperti ibadah sholat dan haji.[25]

c)    Belajar Sosial
Belajar sosial pada dasarnya adalah belajar memahami masalah-masalah dan teknik-teknik untuk memecahkan masalah tersebut. Tujuannya adalah untuk menguasai pemahaman dan kecakapan dalam memecahkan masalah-masalah sosial seperti masalah keluarga, masalah persahabatan, masalah kelompok, dan masalah-masalah lain yang bersifat kemasyarakatan.
Selain itu,belajar sosial juga bertujuan untuk mengatur dorongan nafsu pribadi demi kepentingan bersama dan memberi peluang kepada orang lain atau kelompok lain untuk memenuhi kebutuhannya secara berimbang dan proporsional. Bidang-bidang studi yang termasuk bahan pelajaran sosial antara lain pelajaran agama dan PMP.

d)   Belajar Pemecahan Masalah
Belajar pemecahan masalah pada dasarnya adalah belajar menggunakan metode-metode ilmiah atau berpikir secara sistematis, logis, teratur, dan teliti. Tujuannya ialah untuk memperoleh kemampuan dan kecakapan kognitif untuk memecahkan masalah secara rasional, lugas, dan tuntas. Untuk itu, kemampuan siswa dalam menguasai konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan generalisasi serta insight (tilikan akal) amat diperlukan.
Dalam hal ini, hampir semua bidang studi dapat dijadikan sarana belajar pemecahan masalah. Untuk keperluan ini, guru (khususnya yang mengajar eksakta, seperti matematika dan IPA) sangat dianjurkan menggunakan model dan strategi mengajar yang berorientasi pada cara pemecahan masalah (Lawson, 1991).[26]

e)    Belajar Rasional
Belajar rasional ialah belajar dengan menggunakan kemampuan berfikir secara logis dan rasional (sesuai dengan akal sehat). Tujuannya ialah untuk memperoleh aneka ragam kecakapan menggunakan prinsip-prinsip dan konsep-konsep. Jenis belajar ini sangat erat kaitannya dengan belajar pemecahan masalah. Dengan belajar rasional, siswa diharapkan memiliki kemampuan rational problem solving, yaitu kemampuan memecahkan masalah dengan menggunakan pertimbangan dan strstegi akal sehat, logis, dan sistematis (Reber, 1988).
Bidang-bidang studi yang dapat digunakan sebagai sarana belajar rasional sama dengan bidang-bidang studi untuk belajar pemecahan masalah. Perbedaanya, belajar rasional tidak memberi tekanan khusus pada penggunaan bidang studi eksakta. Artinya, bidang-bidang studi noneksakta pun dapat memberi efek yang sama dengan bidang studi eksakta dalam belajar rasional.[27]

f)    Belajar Kebiasaan
Belajar kebiasaan adalah proses pembetukan kebiasaan-kebiasaan baru atau perbaikan kebiasaan-kebiasaan yang telah ada. Belajar kebiasaan, selain menggunakan perintah, suri teladan dan pengalaman khusus, juga mengggunakan hukuman dan ganjaran. Tujuannya agar siswa memperoleh sikap-sikap dan kebiasaan-kebiasaan perbuatan baru yang lebih tepat dan positif dalam arti selaras dengan kebutuhan ruang dan waktu (kontekstual).
Selain itu, arti tepat dan positif diats ialah selaras dengan norma dan tata nilai moral yang berlaku, baik yang bersifat religius maupun tradisional dan kultural. Belajar kebiasaan akan lebih tepat dilaksanakan dalam konteks pendidikan keluarga sebagainama yang dimaksud oleh Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional/1989 Bab IV Pasal 10 (4). Namun demikian, tentu tidak tertutup kemungkinan penggunaan pelajaran agama dan PMP sebagai sarana belajar kebiasaan bagi para siswa.

g)   Belajar Apresiasi
Belajar Apresiasi adalah belajar mempertimbangkan (judgment) arti penting atau nilai suatu objek. Tujuannya adalah agar siswa memperoleh dan mengembangkan kecakapan ranah rasa (affective skills) yang dalam hal ini kemampuan menghargai secara tepat terhadap nilai objek tertentu misalnya apresiasi sastra, apresiasi musik, dan sebagainya.
Bidang-bidang studi yang dapat menunjang tercapainya tujuan belajar apresiasi antara lain bahasa dan sastra, kerajinan tangan (prakarya), kesenian, dan menggambar. Selain bidang-bidang studi ini, bidang studi agama juga memungkinkan untuk digunakan sebagai alat pengembangan apresiasi siswa, misalnya dalam hal seni baca tulis Al-Qur’an.

h)   Belajar Pengetahuan
Menurut Reber (1988) : “belajar pengetahuan (study) ialah belajar dengan cara melakukan penyelidikan mendalam terhadap objek tertentu. Studi ini juga dapat diartikan sebagai sebuah program belajar terancam untuk menguasai materi pelajaran dengan melibatkan kegiatan investigasi dan eksperimen”. Tujuan belajar pengetahuan ialah agar siswa memperoleh atau menambah informasi dan pemahaman terhadap pengetahuan tertentu yang biasanya lebih rumit dan memerlukan kiat khusus dalam mempelajarinya, misalnya dengan menggunakan alat-alat laboratorium dan penelitian lapangan.
Contoh : kegiatan siswa dalam bidang studi fisika mengenai “gerak” menurut hukum Newton I. Dalam hal ini sisswa melakukan eksperimen untuk membuktikan bahwa setiap benda tetap diam atau bergerak secara beraturan, kecuali kalau ada gaya luar yang mempengaruhinya.[28]


BAB III
PENUTUPAN

1.    Kesimpulan
Perwujudan atau manifestasi perilaku belajar meliputi : kebiasaan, ketrampilan, pengamatan, berpikir asosiatif dan daya ingat, berpikir rasional dan kritis, sikap, inhibisi, apresiasi tingkah laku afektif.
Dan jenis-jenis belajarnya, yaitu :
§  Belajar Abstrak
§  Belajar ketrampilan
§  Belajar sosial
§  Belajar pemecahan masalah
§  Belajar rasional
§  Belajar kebiasaan
§  Belajar apresiasi
§  Belajar pengetahuan

2.    Saran
Seseorang yang telah mengalami prosees belajar, pasti akan memunculkan perwujudan perilaku belajarnya. Suatu perwujudan perilaku belajar yang baik dan maksimal karena didukung adanya proses pembelajaran yang baik dan maksimak pula. Namun, alangkah baiknya dan lebih afdol bila dalam proses belajar disertai do’a, karena tercapainya suatu usaha tak lepas dari kehendak Ilahi Robbi.




[4] Muhibbin Syah, 1999, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, Bandung : Remaja Rosdakarya Offset, hal. 118
[6] http://salimahbadroji.blogspot.com/2011/04/psikologi-pendidikan-faktor-yang.html
[7]  Ibid. hal. 119
[10] Ibid. hal. 119

[11] Ibid. hal. 120

[13] Ibid. hal. 120
[15] Ibid. hal. 120
[16] Ibid. hal. 120
[18] Ibid. hal. 121
[20] Ibid. hal. 121
[22] Ibid. hal. 121
[24] Ibid. hal. 122

[25] Ibid. hal. 122
[26] Ibid. hal. 123

[27] Ibid. hal. 123
[28] Ibid. hal. 124

2 komentar:

  1. Slot Machines & Casinos - Wooricasinos
    The best online slot machines in Vegas right 스피드바카라 here at Wooricasinos. In the 스보벳 United 바카라nbs시스템 States, there 토토 사이트 도메인 are more than 400 video slot machines, which is an 해외 배팅 사이트

    BalasHapus
  2. The Top 8 Casinos in Nevada - Dr.DMC
    Best Casino in 영주 출장마사지 Las Vegas, Nevada · Wynn & Encore · Golden Nugget 강릉 출장안마 · Caesars 천안 출장안마 Casino & Spa · 양주 출장마사지 Treasure Island Resort and Casino · The 용인 출장안마 Cosmopolitan of Las Vegas

    BalasHapus